PERLAWANA BUDAK DI AMERIKA SERIKAT
Terjadinya
pemberontakan oleh budak kepada atasannya bukan lagi hal yang aneh dan tidak
mungkin. Pemberontakan budak pada hakikatnya tak lepas dari keadaan lingkungan
sosial yang sangat menekan kehidupannya yang disebabkan oleh berbagai tindakan
dari pemiliknya. Perlakuan yang semena-mena dan siksaan yang sering kali
dialami budak merupakan salah satu alasan utama terjadinya perlawanan dari para
budak. Perasaan tertekan yang semakin lama semakin menjadi-jadi dan keinginan
untuk merdeka, menjadikan para budak berani mengambil tindakan pemberontakan.
Perasaan
tidak puas yang dialami oleh semua budak itu karena ascribed stastus, yaitu status yang bibebankan oleh pemaksaan dan
pembenahan dalam hirarki sosial yang berlaku dalam lingkungan kulit putih di
selatan yang menggangap bahwa budak berstatus sebagai hak milik. Penerapan
peraturan yang tercantum dalam The black
codes sangat menekan perasaan para budak. Situasi psikologis yang
menegangkan diciptakan oleh para tuan dengan memperlakukan budak-budaknya
secara kejam dan menakutkan. Akibatnya budak-budak sering mengalami tekanan jiwa akibat perlakuan kejam dari para tuannya.
Pemberontakan
budak yang pertama kali terjadi berada di daerah South Carolina pada bulan November
1526. Pemberontakan budak di Amerika Serikat sebenarnya telah terjadi sejak lama,
yakni sejak wilayah tersebut dikuasai oleh kolonial Inggris. Salah satu pemberontakan
budak yang dianggap penting pada era kolonial Inggris di Amerika Serikat adalah
pemberontakan yang terjadi di wilayah Virginia pada bulan September 1663.
Telah
terjadi pemberontakan budak sebanyak 115 kali di berbagai negara bagian Amerika
Serikat, selama era kolonial Inggris sampai berakhirnya perang saudara di
Amerika Serikat (1607-1865). Sebagian besar pemberontakan tersebut terjadi di bagian
Selatan Amerika. Hal ini dikarenakan sejak wilayah Utara Amerika melarang
adanya perbudakan pada tahun 1804, maka pada tahun itu pula tidak pernah
terjadi lagi pemberontakan-pemberontakan budak.
Selama
periode 1800-1864, telah terjadi 54 kali pemberontakan budak yang kesemuanya
terdapat di wilayah Selatan. Memperhatikan tempat terjadinya pemberontakan
budak, daerah Virginia merupakan tempat yang terbanyak terjadinya
pemberontakan. Sebanyak 20 kali selama periode 1800-1864, yang lain tersebar di
berbagai wilayah lain Amerika Serikat.
Terdapat
tiga pemberontakan yang dianggap cukup penting pada periode 1800-1864, yaitu :
(1)
pada tahun 1800, di Virginia, dipimpin oleh Gabriel Prosser;
(2)
tahun 1822,terjadi pemberontakan budak di South Carolina di bawah pimpinan
Denmark Vesey;
(3)
tahun 1831, pemberontakan budak terjadi di Virginia di bawah Nat Turner dan
juga terdapat di berbagai wilayah.
Terdapat
suatu keunikan dalam mempelajari tokoh pemimpin budak dalam menggerakkan suatu
pemberontakan. Keunikan itu nampak bahwa pemimpin budak pada umumnya berasal
dari budak rumah tangga yang kemudian ia memperoleh kebebasan dan
kemerdekaannya tak lagi berstatus budak. Pada budak rumah tangga yang melakukan
suatu pemberontakan dapat digagalkan, antara lain, rahasia pemberontakan
diketahui oleh para budak rumah tangga yang kemudian segera memberitahukan
rencana pemberontakan kepada tuannya. Berikut ini secara garis besar akan
dikemukakan peristiwa ketiga pemberontakan budak yang terjadi pada
1800,1822,dan 1831.
1. Gabriel
Posser
Gabriel
Posser adalah seorang budak rumah tangga yang bekerja sebagai sains dari
seorang pengusaha perkebunan di daerah Virgimia, bernama Thomas Prosser. Ia
seorang pengikut kristiani yang amat tekun mempelajari ajaran Injil. Dari
sanalah, ia mulai tergugah hatinya ingin membantu perjuangan bangsanya agar bebas
dari belengu perbudakan.
Setelah
beberapa tahun mengabdi pada tuannya, kemudian ia memperoleh kemerdekaannya
sebagai seorang negro bebas. Perjuangan Gabriel Prosser di dalam menentang perbudakan didasarkan pada
konsep-konsep agama dan rasional. Dalam menentang perbudakan ia mengartikulasi
konsep injil dengan interpretasi persaudaraan universal.
Dalam
melakukan pemberontakan tersebut, terdapat dua orang kulit putih yang ikut
mebantu perjuangan budak, mereka berusaha mencari bantuan persenjataan dan
bahan peledak untuk melakukan pemberontakan. Gabriel Prosser merencanakan suatu
pemberontakan di daerah pedesaan Henrico, di Kota Richond, Virginia, pada1
September,1800. Ia membagi seluruh pengikutnya yang berjumlah 1100 budak dalam
tiga kelompok besar. Sebagai langkah pertama, kota harus dikuasai, mereka harus
berhasil merebut gudang senjata yang berada di kota Richmond. Apabila kelompok
yang di tugasi berhasil merebut gudang senjata, terlebih dahulu menyergap para
penjaganya.
Akan
tetapi, sebelum Gabriel Prosser mulai merencanakan penyerangan kota Richmond, rahasia pemberontakan telah
bocor karena penghianatan yang dilakukan oleh dua orang budak rumah tangga.
Kedua penghianat tersebut melaporkan rencana pemberontakan yang akan dilakukan
oleh Gabriel Prosser kepada pemerintah negara bagian Virginia. Maka, dengan
segera pemerintah negara bagian Virginia segera menggerakkan tentaranya
sebanyak 600 orang untuk mencegah pemberontakan serta melindungi kota Richmond.
Pada
akhirnya pemberontakan Gabriel Prosser dengan cepat dapat dihancurkan, dan sebanyak
30 orang pengikutnya telah menjadi korban. Komplotan Gabriel Prosser telah
gagal akibat penghianatan yang dilakukan oleh dua orang budak rumah tangga
tersebut. Ia sendiri di tawan pada tangggal 25 September 1800, kemudian di
kirim ke kota Richmond.
Kemudian
Gubernur Virginia berusaha untuk mengkorek informasi seputar rencana
pemberontakan yang dilakukan oleh Gabriel Prosser, namun gubernur tersebut
gagal memperoleh informasi yang dianggap penting. Ia tidak mau mengaku dengan
siapa saja pemberontakan itu dilakukan. Akhirnya, Gabriel Prosser dijatuhi
hukuman mati di tiang gantungan pada tanggal 7 Oktober 1800. Setelah
pemberontakan Gabriel Prosser dapat digagalkan oleh gubernur James Monroe,
segera melaporkan pada pemerintah Thomas Jefferson, bahwa pemberontakan
tersebut berhasil dihancurkan.
2. Denmark
Vesey
Pemberontakan yang lain dilakukan oleh Denmark Vesey
di negara bagian South Carolina pada 1822. Seperti halnya Gabriel Prosser,
Vesey berasal dari budak rumah tangga. Perjuangan Denmark Vesey dalam menentang
perbudakan terpengaruh oleh konsep pemikiran Gabriel Prosser, konsep agama dan
ide dari revolusi Perancis. Vesey menanamkan pengaruhnya terhadap para
anggotanya, bahwa Tuhan telah menciptakan semua umat manusia memiliki hak-hak
yang sama. Disamping itu, ia mendapat dukungan dari para pemimpin Gereja
Metodhist yang anggotanya terdiri dari orang-orang negro yang tidak puas dengan
the black codes.
Berdasarkan pengalaman yang ada, gagalnya
pemberontakan budak karena adanya penghianatan dari budak rumah tangga, maka vesey
merencanakan pemberontakan yang akan dilakukannya harus hati-hati jangan sampai
bocor. Ia menetapkan bahwa pemberontakan akan dimulai pada minggu kedua bulan
Juli 1822. Ia berusaha mencari bala
bantuan orang-orang negro di daerah Santo Domingo, sama seperti yang pernah
dilakukan oleh Gabriel Prosser. Bala bantuan yang diharapkan Vesey, kenyataanya
menjadi terpencar sehingga sulit dikoordinasi, mengingat jarak tempuh dari
daerah Charleston dengan Santo Domingo terlalu jauh, 80 mil jaraknya.
Akan tetapi, sama halnya dengan Gabriel Prosser, rencana
Vessey ternyata juga telah dihianati oleh seorang budak yang telah mendapat
kepercayaan darinya. Budak itu bernama Devany, seorang pelayan rumah tangga
yang bekerja sebagai kusir gerobak pada bekas kolonel Prioleau. Devany mendapat
uang sebanyak $ 1.000 dan juga memperoleh kebebasan dari tuannya.
Pada akhirnya, kegagalan pemberontakan Vessey
mengakibatkan sebanyak 139 orang
ditahan, dan 47 orang dimasukkan dalam penjara termasuk 4 orang kulit putih,
yang dituduh ikut membantu dan melindungi para budak. Selain itu sebanyak 35
budak pengikut Vessey menjalani hukuman mati. Pemberontakan Vessey ditaksir
mempunyai pengikut lebih dari 9.000 orang. Denmark Vessey akhirnya harus
menjalani hukuman mati di tiang gantungan. Diakhir hidupnya tersebut, ia tetap
menolak untuk mencantumkan nama dari orang-orang yang ikut terlibat di dalam
usaha perlawanannya tersebut.
3. Nat
Turner
Nat Turner adalah seorang pendeta gereja. Ia merupakan
seseorang yang tekun mempelajari isi kitab suci Injil, sering memberi khotbah
dan juga membaptis para budak. Nat Turner sangat fanatik dan menggunakan konsep
supra irasional dalam usahanya membebaskan para budak. Dalam hal ini, Turner
melihat kondisi masyarakat yang tidak menentu dan tentunya perbudakan yang
membawa pada penderitaan, akan membuat mereka mengharapkan datangnya sosok
pemimpin yang membawa mukjizat bagi mereka. Rakyat menaruh kepercayaannya agar
perasaan-perasaan tidak puas, frustasi,dan putus asa dapat segera berakhir,
kemudian mengharapkan kemakmuran atau kesejahteraan sosial.
Para pengikut Nat Turner yakin bahwa melalui
kepercayaan Kristus mereka akan mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan.
Kefanatikan Nat Turner dipertebal oleh kegemaran mengolah hal-hal yang bersifat
mistik sehingga akan dapat diketahui ideologi apakah yang akan digunakan sebagai
konsep perjuangannya dalam membebaskan perbudakan. Pemberontakan yang
dilakukannya tidak direncanakan cermat dan teliti. Tentu saja, seorang pemimpin
pemberontakan yang fanatik dengan sendirinya akan melaksanakan perannya tanpa
dipertimbangkan dengan masak-masak dan tidak waspada.
Nat Turner masih terkesan mengenai rencana penyerangan
yang sebelumnya telah dilakukan oleh para pejuang perbudakan namun telah
mengalami kegagalan akibat terjadinya suatu penghianatan. Maka, Nat Turner
tidak akan mudah mempercayai seseorang untuk mengatakan rencana pemberontakan.
Ia akan bertindak sendiri dalam memimpin pemberontakan tersebut. Semula ia
menetapkan tanggal 4 Juli 1831, sebagai permulaan untuk melakukan pemberontakan
di pedesaan Southamton; tetapi ia menderita sakit sehingga rencana
pemberontakan harus ditangguhkan.
Pada tanggal 21 Agustus 1838, Nat Turner baru memulai
pemberontakannya. Pemberontakan ini berbeda dengan pemberontakan yang dilakukan
Gabriel Prosser dan Denmark Vessey, diketahui bahwa dalam pemberontakan kali
ini tidak terdapat pengkhianatan-pengkhianatan yang dilakukan oleh para budak
rumah tangga.
Sebagai langkah pertama, ia beserta para pengikutnya
merusak dan membakar tanah-tanah perkebunan. Ia mengharap agar selekasnya mendapat
bantuan dari para budak rumah tangga. Nat Turner beserta para pengikutnya telah
melakukan pemberontakan kejam terhadap tuannya, Joseph Travis beserta
keluarganya. Angin peberontakan lekas meniup ke daerah Southampton.
Nat Turner mendapat sebutan sebagai “Bandit Besar” di
kalangan masyarakat kulit putih di Virginia, sebab mereka melakukan pembunuhan
kejam terhadap Joseph Travis beserta keluarganya dan juga sejumlah orang-orang
kulit putih lain di daerah Southampton. Orang-orang kulit putih yang telah dibunuh
dalam pemberontakan itu kesemuanya berjumlah 60 orang.
Pada masa berkobarnya pemberontakan itu, seluruh
pendeta negro di Virginia diperiksa oleh pemerintah, sebab pemimpin
pemberontakan adalah berasal dari seorang pendeta. Sebagai tindak balasan dari warga
kulit putih para budak yang diduga terlibat dalam pemberontakan dibinasakan,
sedang 13 orang budak yang lain dijatuhi hukuman gantung.
Selama enam minggu, Nat Turner bersembunyi didaerah
pegunungan di Southampton, tetapi akhirnya ia beserta para pengikutnya berhasil
ditangkap 30 Oktober 1831. Ia menjalani hukuman mati pada 11 Nopember 1831.
Pemberontakan yang dipimpin oleh Nat Turner berakhir pada 13 Oktober, 1831, dan
berumur tidak lebih dari dua bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar